Jakarta Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. Maju terus, pantang mundur. Prinsip tersebut pastinya menjadi bekal bagi Timnas Indonesia dalam mengarungi putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia yang sudah berada di depan mata.
Takdir mempertemukan Indonesia dengan tim-tim kuat seperti Australia, Arab Saudi, Jepang, Bahrain, dan China yang tergabung dalam Grup C.
Jay Idzes dan kawan-kawan akan memulai misi berat pada 5 September mendatang, menargetkan kemenangan atas Arab Saudi di kandangnya, King Fahd International Stadium.
Selain Green Falcons, julukan tim besutan Roberto Mancini, Timnas Indonesia juga mematok hasil positif dari dua gurita lainnya yakni Australia dan tentunya saja Jepang.
Tak bermaksud menafikan Bahrain dan China, ketiga negara tadi merupakan lawan berat Indonesia. Jika bisa mengalahkan mereka atau minimal menahan imbang, maka jalan tim Garuda untuk melangkah ke fase selanjutnya akan terbuka lebar.
Jelas tak mudah mengingat Arab Saudi, Australia, dan Jepang merupakan langganan putaran final Piala Dunia. Ketiganya bahkan pernah bikin geger karena mampu bertahan hingga babak 16 besar. Arab Saudi melakukannya pada Piala Dunia 1994, Australia menorehkannya pada 2006 serta 2022, dan Jepang mengukirnya di edisi 2002, 2010, 2018, dan terakhir di Qatar pada 2022 lalu.
Latar belakang yang mengerikan itu tentunya jangan sampai membuat nyali para penggawa Garuda ciut. Sebaliknya, anak-anak asuh Shin Tae-yong justru semakin termotivasi untuk membuat kejutan.
Shin Tae-yong pastinya sudah pula menyiapkan strategi khusus, seperti yang dilakukannya saat menukangi Korea Selatan mempermalukan Jerman dua gol tanpa balas di Piala Dunia 2018.
Berkaca dari kekalahan Jerman tadi kian membuktikan bahwa tak ada yang tak mungkin di sepak bola. “Kalau kita bersungguh-sungguh, kita pasti bisa,” kata Erick Thohir, Ketum PSSI, mengomentari kans Timnas Indonesia yang menurut banyak pihak berada di grup neraka.
Selain suntikan semangat, STY juga bisa melihat kembali formasi yang diterapkan pelatih Australia, Jepang, dan Arab Saudi.
Seperti apa formasinya, berikut ulasan singkatnya:
Jepang
Seperti julukannya yang mengerikan, Samurai Biru, Jepang bertarung bak seorang samurai yang gagah berwajah dingin. Di putaran kedua lalu, mereka tak terkalahkan, menyapu bersih lima laga dengan kemenangan telak tanpa kebobolan. Wow!
Pelatih Hajime Moriyasu paham betul, ia punya amunisi mumpuni di semua lini. Formasi 3-4-2-1 yang kerap ia mainkan membuat Jepang terlihat mudah menguasai setiap jengkal lapangan pertandingan.
Menguasai lini tengah dan mengandalkan kecepatan striker Koki Ogawa sebagai targetman juga membuat gawang lawan jadi lumbung gol.
Formasi ini jelas menjadi pekerjaan rumah (PR) yang tak ringan bagi Shin Tae-yong. Salah satu cara guna mengimbangi permainan cepat Jepang adalah dengan mengunci semua pergerakan gelandang-gelandang Jepang.
Australia
Laiknya Jepang, Australia juga tampil sangar di fase sebelumnya. Tampil sebagai kampiun Grup I tanpa terkalahkan, Australia menjadi monster yang mengerikan bagi Palestina, Libanon, dan Bangladesh.
Kunci sukses Socceroos tak lepas dari strategi yang dimaikan Graham Arnold selaku juru taktik. Sejak didapuk sebagai pelatih enam tahun silam, kakek 60 tahun ini sangat menyukai formasi klasik 4-4-2.
Dua striker andalannya, Kusini Yengi dan Adam Taggart bisa dengan mudah mengacak-acak jantung pertahanan musuh karena kerap mendapat asupan umpan dari empat gelandang kreatif dengan. Keduanya juga tak perlu turun terlalu jauh ke belakang karena lini belakang juga diisi empat tukang jagal. Dengan demikian, Kusini Yengi dan Adam Taggart terus menjadi ancaman terlebih saat serangan balik.
Kontra Indonesia, Graham Arnold kemungkinan besar masih menerapkan formasi ini. Nah, ini PR berat lagi bagi STY guna memutus aliran bola di lini tengah.
Arab Saudi
Bukan Roberto Mancini namanya jika tak berani gonta-ganti formasi. Hari ini ia bisa memainkan formasi 3-5-2, besok 3-1-4-2, lalu lusa berganti 4-4-2. Jurus tersebut ternyata ampuh.
Di putaran kedua kualifikasi kemarin, Arab Saudi sukses mengemas tiga kemenangan, sekali seri, dan sekali kalah.
Dibandingkan Graham Arnold dan Hajime Moriyasu, Shin Tae-yong pastinya lebih pusing menghadapi strategi Roberto Mancini. Perubahan taktik dengan pemain yang cenderung berbeda, membuat STY harus kerja keras mempelajari gaya permainan setiap pilar Green Falcons.
Tapi, Roberto Mancini juga kudu ekstra hati-hati karena biar bagaimana pun STY pernah mempermalukan Jerman saat ditukangi pelatih kenamaan sekelas Joachim Löw.